Indonesia dan Singapura pada hari Selasa sepakat untuk menyelaraskan kembali wilayah informasi penerbangan atau FIR masing-masing, sehingga memungkinkan Indonesia untuk akhirnya merebut kembali kendalinya atas wilayah udara di atas pulau Natuna dan Kepulauan Riau.
Singapura telah mengelola wilayah udara di atas pulau-pulau tersebut sejak tahun 1946. Setelah beberapa dekade, kedua negara menandatangani kesepakatan untuk menyelaraskan kembali batas-batas antara FIR Jakarta dan Singapura selama retret para pemimpin di Bintan pada hari Selasa.
Penandatanganan dilakukan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Perhubungan Singapura S. Iswaran.
“Dengan penandatanganan ini, cakupan FIR Jakarta akan mencakup seluruh wilayah udara Indonesia, khususnya di sekitar Kepulauan Riau dan Natuna,” kata Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam konferensi pers bersama di acara retret para pemimpin tersebut.
Jokowi menambahkan, “harapan kerja sama bilateral di bidang penegakan hukum, keselamatan penerbangan, serta pertahanan dan keamanan dapat terus diperkuat berdasarkan prinsip saling menguntungkan.”
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan bahwa FIR telah menjadi salah satu masalah bilateral yang sudah berlangsung lama antara Indonesia dan Singapura, menjadikan penyelesaiannya sebagai langkah maju yang besar untuk hubungan bilateral mereka.
“Ketika diimplementasikan, perjanjian FIR akan memenuhi kebutuhan penerbangan sipil kedua negara, menjunjung tinggi keselamatan dan efisiensi lalu lintas udara dengan cara yang konsisten dengan aturan ICAO [Organisasi Penerbangan Sipil Internasional],” kata Lee.
Menurut Skybrary, Eurocontrol ATM Lexicon mendefinisikan FIR sebagai wilayah udara dengan dimensi yang ditentukan, di mana layanan informasi penerbangan dan layanan peringatan disediakan.
Pada konvensi tahun 1946 di Dublin, ICAO memberikan Singapura kendali atas wilayah udara Kepulauan Natuna dan Kepulauan Riau. Singapura yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan Inggris dianggap memiliki teknologi dan tenaga kerja yang lebih maju. Indonesia baru saja mendeklarasikan kemerdekaan dan tidak dapat menghadiri pertemuan tersebut, outlet berita Bisnis Indonesia melaporkan pada hari Selasa.
FIR bukan satu-satunya masalah bilateral lama yang berhasil ditangani oleh Indonesia dan Singapura selama retret para pemimpin.
Kedua negara juga menandatangani perjanjian ekstradisi buronan, serta perjanjian kerja sama pertahanan. Mereka telah bertukar surat untuk membawa ketiga perjanjian itu berlaku secara bersamaan.
“Yang tersisa adalah kedua negara menyelesaikan proses domestik kami untuk meratifikasi dan memberlakukan serangkaian perjanjian,” kata Lee.
Sumber: jakartaglobe.id